Aku bukan berencana bunuh diri. Aku hanya merasa, nyeri dalam dada akan lebih baik jika ditusuk pisau ke bagian tengahnya. Bukan di ulu hati namun tepat di belahan bagian tengah dada. Aku sudah sering kali membayangkannya. Dan pasti rasanya itu sangat menyenangkan.
Kalau sedang pusing keterlaluan, muntah bisa menjadi penawar yang membuat kepala lebih ringan. Lalu apa penawar terbaik selain menusukan pisau tajam sepanjang 17 senti yang ada di dapur rumah ke bagian tengah dada ini? Bayangkan, darah mengalir perlahan, kesakitan kita juga makin berkurang.
Pun semakin jauh berjalan, kepala semakin remuk. Semakin tidak bisa berpikir. Seringnya lupa untuk bernapas. Jadi mending berjalan jauh dan menghancurkan kakiku atau membayangkan menusuk pisau dalam dadaku?
Kalau misalkan detak aorta atau nadi dalam diri bisa disesuaikan melalui smartwatch, Dalam kesempatan sakit, aku akan setting detak pada nomor 65 saja. Karena detak itu memberi tenang. Mungkin, bisa kurangi sepuluh sepertinya lebih aman. Karena saat di nomor 55, itu tandanya sedang melanglang buana dalam mimpi. Dan ternyata, mimpi malah menjadi penawar untuk yang masih belum bisa dengan luwes hidup di dunia ini.
Apa ya? Mantra all is well, ataupun yang baik baik harusnya ampuh. Kalau sedang sakit, bahkan kun fayakun saja bisa lupa ingatan. Begitulah manusia.
Masih ada Tuhan sang penguasa, tapi memilih berlaku sebagai manusia fana yang lupa bahwa semua akan indah pada waktunya. Padahal masih ada Allah yang hidup di setiap aliran darah kita.
Dan jika mencari pisau dapur untuk menusuk dada, sepertinya pisau itu terlalu tumpul dan malah bikin ngilu saja. Jadi, hasilnya, kuku di 10 hari ini tidak pernah tumbuh dengan rapi. Ada yg sobek, kapalan, cantengan, atau digigit dan disobek dengan kuku lain. Dalam puluhan tahun ini, kuku ini selalu sobek tak berdaya. Mungkin tahun depan ada saatnya bisa tumbuh lebih rapi dari biasanya.
Tapi, rasa mengganjal dalam dada selama bertahun-tahun tahun ini selalu muncul hilang berkali kali. Nyeri, perih, menyayat, dan semua definisi menyakitkan yang bisa dirasakan. Tapi, orang-orang juga seperti itu kan? Mereka membayangkan menusuk pisau dalam dada mereka masing-masing kan? Tersedak kesakitan mengganjal. Menelan yang pahit-pahit.
Jadi bukan kah sakit ini hal yang biasa saja? Yang perlu diterima dan dirasakan secukupnya? Karena belum pernah ada perlakuan istimewa untuk hal apapun. Jadi untuk rasa yang mengganjal penuh sesak ini juga sebaiknya dirasakan saja bukan? Karena siapapun juga perlu sendiri. Sebagai manusia dewasa, belajar untuk hidup di alam kubur nanti. Sendiri.
0 Komentar