anak kosan anti mainstream


image: https://twitter.com/ghoztpeppers
Hidup anak kampus paling apa sih? Ya semuanya pasti hampir sama atau hampir engga? Hem. Ya mau kampus di Jawa Tengah, Yogya, Jawa Barat, hampir sama kan? yang menyedihkan sekali, yang menyedihkan banget, atau yang bahagia keterlaluan. Tapi kalau aku lebih suka ambil sudut pandang kocak. Pengalaman aku jadi anak kosan sangat indah sayang, begitu. Aku inginnya sih jadi anak kosan 3,5 tahun saja, itu udah cukup. Atau paling ya 4 tahun itu sudah pas kan ya? tapi ini badan menjadi berat banget dan jadi malas gerak, dan akhirnya sengaja untuk tidak melakukan apa-apa untuk satu semester dan  iginnya main tapi malah kebablasan.

Intinya aku memaksimalkan dengan sangat tahun yang diberikan kampus untuk aku berkuliah, itu saja ya. Jadi dalam bertahun itu ganti kosan ada 6  official dan 2 non official. Sebagai anak kosan yang anti mainstream karena sudah lelah dengan suasana lama dan saat itu aku sedang jatuh hati (?) ya intinya begitu jadi aku tidak ingin sendiri karena nanti bakal sakit hati (hem?) jadi aku berdua dengan karibku untuk jajian ngekos bareng. Well, kosan itu awalnya biasa saja, tapi karena sepi jadi sedikit menyeramkan. Dan sungguh aku penakut parah mengenai hal yang tak kasat mata. Bayangkan saja kalau ada hal yang tak kasat mata itu muncul di mata kita. Uh. Dan dengan alasan yang tak kasat mata itu, aku kecewa karena  aku sudah membayar lunas kosan itu dan memindahkan semua barang barang ku dan teman ku, maretha. Malamnya aku request untuk tidak tidur di kosan itu karena serem, meskipun tetangga kosan bilang kosannya aman aman saja aku tak mau. Akhirnya selama satu bulan itu aku hanya membayar kosan untuk menampung barang barangku dan sampai saat ini kuncinya pun masih aku pegang. Barang barang ku kebanyakan adalah buku berharga jadi aku sudah pindahkan ke kampung halaman, namun sialnya barang barang  temanku masih tertinggal dis ana padahal itu sudah 1 tahun yang lalu kah? Boleh dicatat, sungguh alasan yang paling mendasar adalah alasan aku abstrak sesuatu yang tak kasat mata.  

Nah, kosan berikutnya adalah kosan temen terdekatku juga. Karena ada kamar yang kosong jadi aku lebih baik pindah karena lebih asik aja karena ada teman diskusi. Tapi pun di hari pertama aku memaksa untuk tidur di kamar tiya –karibku, karena alasan yang sama, alasan yang tak kasat mata. Belum genap satu bulan, aku mengungsi ke kosan paling nyaman yakni kosan adek tingkat yakni safa (kosan saat aku maba) sampai aku punya kosan baru. Namun, kosan baru ini tak ada nama kosan, hanya berwarna kuning bertingkat dengan garasi mobil yang selalu terpakir mobil bapaknya. Aku sebut saja kosan kuning yang akhirnya aku hanya bertahan 1 bulan karena alasan yang menyebalkan. Masa kosan jam 10 dikunci dan kita sebagai anak kosan tidak bisa pegang kunci kosan? Aku selalu lapar di jam itu dan tak mampu keluar. Apalagi gerbang tinggi aku tak bisa pesan delivery makanan.

Nah kosan yang nyaman sih memang kosan ku yang ada dapur cantiknya, meski jam 10 malam sudah digembok tapi aku juga punya kunci cadangan. Ya kosan mahal dengan segala fasilitas tapi setelah jam 9  malam dilarang tertawa keras-k eras. Jadi ku hanya 4 bulan tinggal setelah tahun baru 2018 aku cabut saja. lagian bagaimana aku tidak bisa tertawa kalau aku sedang nonton 2 days 1 night dan knowing brothers.

Kosan official yang 2 adalah kosan paling nyaman dan enak semenjak aku maba dan kosan saat aku tingkat akhir. Kosan terakhir sekita 8 bulan aku tinggal dan awalnya pun aku berdua dengan kakak tingkatku karena ya dia tahu aku sedang tidak bisa snediri. Dasar penakut! Sedang 2 kosan unofficial adalah sekre tercinta di dalam lingkungan kampus dan kosan audi, karibku. Sejujurnya, di kosan audi aku hanya numpang mengerjakan skripsi di pojok kamarnya. Itu adalah temapt sunyi paling asik buat mengetik. Tapi karena aku malas pulang jadi aku numpang mandi dan menginap beberapa hari namun akhirnya kegiatan menumpang itu berlanjut dalamkurun waktu 45 hari. Terlalu nyaman.

Bisa disebut anak kosan anti mainstrem kan kalau diatas? Kalau lapar tak ada uang aku pernah memancing di sungai belakang kampus dan mengambil kangkung yang tumbuh liar di rawa. Sungguh sebuah pengalaman! Masaknya dimana? Ya di sekre tercinta. Kalau butuh internet gratispun tinggal disekre saja, malamnya mengerjakan tugas atau hanya nonton film dengan proyektor milik fakultas, lalu tidur dan paginya mandi di toilet student center kampus dan berangkat kampus. Sungguh sederhana!Kalau ingin olahraga tinggal lari keliling kampus di pagi atau di sore harinya. Kalau ingin makan bisa makan di kantin kampus paling pojok karena kantin itu milik senior organisasi jadi ya lumayan kadang dapat gratisan.

Memang nomaden sangat menyenangkan, tapi pun aku juga pernah terlalu betah di kosan hampir satu bulan tak keluar dan hanya delivery makanan, dan ajaibnya aku menjadi peranakan keturunan china mungkin, menjadi kulit putih dadakan.Tapi dari pengalaman diatas, sungguh, tempat bernaung memang hal yang penting. Memang tak salah jika kebutuhan pokok adalah papan yang terutama. Dengan pengalaman itu,  menjadikan rumah adalah segalanya.


Posting Komentar

0 Komentar