source image: https://gunselisepici.com/Jazz-Hop-Cafe |
Perihal kesehatan mental menjadi topik yang selalu menduduki peringkat atas pencarian dalam dunia maya. Kesehatan mental meski sudah menjadi konsumsi sejak beberapa tahun lalu, tapi baru saya rasakan urgensi dalam dua tahun belakang. Hal ini ditandai dengan adanya 3 kasus bunuh diri mahasiswa di kampus negeri di Bandung yang akhirnya kampus tersebut pun meluncurkan kembali atau mensosialisasikan kembali aktifnya TPBK untuk konseling bagi para mahasiswa dengan keadaan atau masalah yang memang perlu disampaikan. Padahal, 5 tahun lalu, lembaga konseling di jurusan atau sekelas univeritas memang sudah ada namun hanya nama karena hanya sebagian kecil dari mahasiswa yang melakukan konseling permasalahannya. Namun di tahun ini, pihak universitas mengumumkan kembali dan lebih memperlakukan konseling tersebut menjadi hal yang lebih istimewa karena adanya kasus bunuh diri mahasiswa. Eh, saya adalah bagian dari kampus tersebut sejujurnya.
Tapi, gimana ya, entah kenapa, dari kasus tersebut adalah mahasiswa akhir yang hampir selesai atau sedang akan menempuh tugas akhir yakni perskripisan. Dan dari beberapa karib, bahkan 3 diantaranya melihat bahwa hal menuju kelulusan adalah hal yang sangat susah dilalui sedangkan di sisi lain banyak kawan melalui hal tersebut. Ya saya juga menjadi bagian dari orang-orang itu sih, yang melihat hal perskripisan menjadi hal yang pesimistis dan beban. Namun, ya semua mahasiswa juga pernah dan sedang merasakan itu, jadi menurut saya itu hanya hal normal. Dan kuncinya sih jangan membesarkan hal atau masalah kecil atau yang normal. Apalagi masalah normal yang memang setiap orang bakal laluin kan?
Lalu dua minggu lalu, saya melihat video yotube Raditya Dika yang ngobrolin masalah kesehatan mental di Indonesia dengan Vidi aldino. Dari penjelasan yang diberikan oleh Kak Vidi, orang yang merasakan anxiety akan lebih tahu dan bagaimana rasanya keadaan yang abstrak atau maya itu bisa sangat mempengaruhi kehidupan sehari-hari kita. Sungguh, jangan sebut anxiety adalah drama atau sebagian orang yang pengennya attention seeker aja. Penderita anxietytidak akan bisa merasakan tidur berkualitas, menderita insomnia, sering menderita permasalah di perut, kalau sendiri pikiran pesimistis bisa muncul bahkan ide bunuh diri itu ada. Sungguh sepelik itu. Bahkan kondisi anxiety bisa menuju ke panick attack yang membuat orang susah bernapas dengan tiba-tiba dan pingsan. Dan paling bahaya dari semuanya adalah depresi. Contohnya nyata dalam kehidupan saya adalah 3 karib saya yang harus melakukan treatment ke psikolog dan psikiater. Ada yang selalu ingin membunuh dirinya sendiri, ada yang selalu menginginkan obat untuk menjadi normal, dan ada yang menyakiti dirinya sendiri. Saya kira, penyakit maya seperti itu hanya narasi atau obrolan biasa, namun menjadi orang dengan teman penderita anxiety atau memang yang pernah merasakannya, sungguh masalah itu adalah perihal yang harus disosialisasikan pada semua orang awam bahwa hal tersebut bukanlah drama atau attention seeker belaka. Apalagi kalau ada yang bilang gini, “itu mah terlalu ambis, atau orangnya ga pernah solat sih, atau mereka ga bertuhan sih, atau ah mereka mah harusnya baca alquran”, oke bagi kaum yang seperti saya memilih diam saja.
Memang, langkah awal yang paling dibutuhkan untuk mengatasi masalah yang saya sebut sebelumnya adalah mengetahui kondisi kita. Misal, saya adalah orang yang highly sensitive person dan saya harus tahu bagaimana saya treat diri sendiri dan orang lain. Seperti saya tahu bahwa saya dalam menghadapi permasalahan bukannya diselesaikan tapi menghindari dari pada sakit hati misal. Dengan melihat kondisi itu, saya harus tahu jawaban yang pas untuk diri saya bagaimana. Apalagi menjadi orang yang sangat kaku dalam mengekpresikan perasaan, setidaknya kita juga harus tahu media apa yang paling cocok untuk menumpahkan semua permasalahan pada tempatnya. Karena setiap kepala pasti berbeda kan ya, ada yang lebih suka curhat ke semua orang, curhat dengan orang tua atau orang terdekat, sedang saya lebih memendam pada diri sendiri dan lebih memilih media tulisan untuk menyalurkan amarah misalnya. Namun, tidak semua ekpresi dari permasalahan adalah hal yang bersifat negatif juga, seperti jalan-jalan, belanja, kulineran, juga suatu bentuk pelampiasan dari adanya masalah yang menggunung di dada. Hal itu diungkapkan oleh Vidi yang juga menghadapi anxietysebagai masalahnya di PODR. Sejalan dengan itu, saya juga memilih jalan-jalan dan kulineran sebagai bentuk pelarian diri dari masalah saya.
Pernah juga berpikir adakah kaitan hanya orang millenialyang lebih banyak berkaitan dengan kesehatan mental atau bagaimana. Karena banyaknya platform media soial yang menuntut eksistensi diri. Namun kabar baiknya, sosial media juga membantu adanya edukasi dan campaign mengenai kesehatan mental di Indonesia. Contohnya yakni Into The Light ID SP-Care yang merupakan sebuah komunitas advokasi yang memberikan kajian dan edukasi mengenai pencegahan bunuh diri dan kesehatan jiwa orang muda. Lalu ada Save Yourselves sebagai social enterprise kesehatan mental di Indonesia. Selain itu juga banyak akun lainnya untuk mendukung kesehatan mental seperti pemulihan trauma dan penguatan Psikososial yakni Yayasan Pulih. Dan pastinya masih banyak lagi yang belum saya tahu. Sedangkan kondisi kesehatan mental di Indonesia bisa kita lihat dari laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia yang bisa di akses melalui google scholar atau bisa dilihat dari artikel dari Tirto yang berjudul Kesehatan Mental di Indonesia Hari Ini.
Apalagi kali ini ada istilah Ghosting yang kerap dialami anak muda yang malah membuat galau. Selain anxiety, ADHD,depresi, ghosting adalah hal yang menurut saya adalah contoh nyata yang ada disekitar saya. Bahkan korban ghosting juga membutuhkan psikolog untuk mengatasi traumanya. Ghosting adalah istilah untuk para muda mudi yang sedang dalam kondisi sayang-sayangnya tapi malah ditinggal menghilang begitu aja. Jadi diambil dari istilah ghost atau hantu yang tiba tiba datang tapi korbannya masih merasa dihantui.
Buat semua yang sedang merasa kesehatan mental kalian tidak baik baik saja, riset juga perlu seperti mengikuti test anxiety disorder, atau ADD dan ADHD test, atau psikologi test. Namun jangan langsung percaya dengan hasil riset kalian sendiri. Selain kesehatan yang terpengaruhi, jika kehidupan kalian sudah susah untuk diperbaiki, bukan berarti lebih baik berakhir. Lagian siapa sih orang yang tidak melakukan kesalahan. Pertama cari teman cerita atau tumpahkan pada media yang tepat. Sebaiknya jangan cerita pada publik karena publik adalah jagonya untuk judging masalah kamu. Menurut subjektif saya, penerimaan adalah hal segalanya. Menerimalah kalau kamu memang tidak baik baik saja dan butuh untuk ditolong dan butuh untuk memperbaiki diri. Dan tidak ada manusia yang tidak pernah salah dan banyak manusia yang mengulangi kesalahannya.
Semoga teman-teman yang merasa F*cked Up jangan menyalahkan di sendiri dan dunia. Berbagilah dan Semangatlah!
0 Komentar