Filosofi Teras bukan sebagai pengantar mengenai filosofi stoa yang sebenarnya. Namun, lebih sederhana untuk memahami bagaimana menerapkan cara berpikir stoa dalam kehidupan sehari-hari. Setidaknya, bukan tentang teori “textbook” yang yang diungkapkan oleh Marcus Aurelius di aula Yunani sana. Tapi, bagaimana penulis menjelaskan stoa melalui kata-katanya.
Buku Filosofi Teras bisa kamu baca di sela waktu dengan nikmat. Karena setiap babnya mengajarkan bagaimana seorang menghadapi masalah dengan mengendalikan pikiran negatifnya melalui stoa ini. Diberi contoh yang masih relevan dengan kehidupan sehari-hari, dengan beberapa kata yang sedikit lawak (wkwkw).
Buku yang Cocok untuk Overthinker
Dalam Filosofi Teras, yang paling aku suka adalah Bab Dikotomi Kendali. Yakni bagaimana kita mengelola persepsi kita sehingga hasilnya bukanlah negatif seperti yang kita pikirkan sebelumnya! Karena kebanyakan dari buku ini menganjurkan kita untuk tidak membesarkan masalah.
Setidaknya, kamu harus bisa berpikir kalau kamu jangan memberikan atensi berlebih pada hal remeh lebih dari selayaknya. Jangan membesarkan masalah. Misal, kalau macet, daripada marah-marah ga jelas, kamu bisa berpikir untuk mendengarkan musik atau melakukan hal lainnya. Karena hal ini adalah diluar kendali kita. Sedangkan yang di dalam kendali kita adalah kita bisa memilih waktu agar tidak terlalu terjebak pada kemacetan.
Di buku ini juga memunculkan beberapa narasi buku lain dan bisa kamu jadikan TBR (to be read) kamu. Seperti Meditations oleh Marcus, Seneca, dan Man's Search for Meaning oleh Viktor Frankl.
Note yang Aku ambil
- Jangan hilang kendali hidup dan mengikuti pendapat orang lain atau tren yang sedang berlangsung. Kalau hidup takut bertindak karena opini orang lain, maka hidup kamu akan hancur dan menyesal tidak sesuai dengan keinginan kamu sendiri. Lagian, hidup kamu yang menjalankan sendiri, bukan orang lain.
- Stoa di sini kok kayak nyari aman aja yah. Bukan untuk berpikir positif, tapi ga nyuruh mikir negatif. Bukan mengenai harta dan kekayaan. Jadi feel nya kayak ga semangat. Padahal setelah dicermati, misalnya ada hape yang hilang. Bukan berarti kita harus nangis uring uringan, bukan karena itu cuma hape, tapi karena dalam stoa, kita ga boleh ngeliat bahwa hape aku dan hape kamu memiliki kedudukan kepentingan yang berbeda. Jadi, kalau kita nangis hape kita yang hilang, kita harus nangisin hape temannya yang hilang juga.
- Stop, Think & Assess, Respond. Kalau ada apa-apa, jangan langsung otomatis respon. Soalnya kita ga semua memiliki kemampuan bagus untuk mencerna pesan dengan baik, atau mencerna pesan untuk menghasilkan pesan baik. Jadi, kalau ditanya kapan lulus, stop dulu dan pilih respon yang tepat. Daripada marah ga jelas [padahal sih marah jelas karena pada nanya mulu :( ]
- Orang Indonesia juga jiwanya stoik sih. Soalnya kalau ada musibah, mereka bilang “untung”. Misal kecelakaan kaki kanan, responnya adalah untung kakiri kiri ga kena. Sedikit lawak, tapi relate.
- Dan, bagi filsuf stoa, penghinaan terjadi jika ada yang terhina. Jadi, yuk kita kendalian diri untuk menghasilkan respon diri yang merasa tidak terhina. Biar kalau ada orang yang basa basi, biar kita ketawain aja dalam hati.
Kasihan dengan orang yang jahat karena nalar mereka buta dan pincang.
Tidak harus cepat, Tapi Bacalah pelan-pelan!
Seperti di awal, Filosofi teras ini bukanlah rujukan untuk mengupas stoa secara menyeluruh. Tapi penulis membuatnya lebih sederhana untuk memahami stoa dalam kehidupan sehari hari. Seperti hidup selaras alam, dikotomi kendali, fixed and growth mindset dalam parenting, dan bagaimana mengendalikan nalar.
Setelah kamu membaca buku Filosofi Teras ini, kamu akan menyadari pentingnya berpikir secara lebih mendalam dan dengan sudut pandang yang berbeda. Kamu akan lebih berhati-hati memproses respon diri kamu sehingga pesan yang orang lain sampaikan bisa kamu kelola dengan baik. Yakni, meski memang pesannya begitu negatif, tapi kamu tetap terkendali untuk menghadapi ini.
Meski terkesan selow, kalem, dan nerimo, tapi stoa bukan berarti menikmati kesedihan atau penderitaan. Hanya saja, stoa membantu kita untuk mengendalikannya dengan nalar. Dan betul sekali!
Filosofi teras adalah filosofi mati jika tanpa praktek nyata.
0 Komentar