sumber gambar : https://twitter.com/sarlisart/status/947625413198729218 |
“Kalau semua harus dipersiapkan dan butuh modal bagaimana kita bertahan hidup? Kalau mau jualan saja harus ada toko, harus ada tempat yang jelas, lah kita ini bisa apa?” Ucap bocah lanang yang disapa Gondrong. Ia kini sedang sedang “putar” otak sepertinya. Rautnya sedang semrawut karena ia belum bertemu dengan pembeli yang diharapkannya. Dia juga sudah lelah karena dia harus bayar uang semesteran sedang ia belum mampu untuk mengumpulkan uang itu.
Jika dikisahkan, si Gondrong adalah pengguna toko yang orang awam sebut “toko online”, yakni yang bisa melakukan jual beli tidak harus bertemu langsung. Gondrong menjadi seorang pelangganan toko online itu yakni toko yang mampu menawarkan sebuah kepercayaan. Tentu saja kepercayaan yang biasa dimaksut, yakni kepercayaan yang jarang bisa dibeli dimanapun. Ia bergabung menjadi anggota toko online itu. Bahkan tanpa melihat seorang Gondrong yang hanya sebagai mahasiswa perantauan dengan masalah finansial.
Tenggat waktu memang masih 4 hari dari batas pembayaran uang sekolahnya. Sedang kini, Dia mempunyai peran baru lagi. Selain berperan menjadi siswa ia berperan menjadi seorang penjual. Hanya satu yang akan ia jual, si Biru tas gendong kesukaannya. Ia tawarkan si Biru keteman dekatnya dengan versi sales marketing “ala-ala” namun tak bisa. Ia tawarkan melalui media sosial dan memajangnya malah hanya ada komentar saja. Ia bagikan info jualannya di kelompok sosial media bahkan secara pribadi langsung ke orangnya namun tak ada juga muncul hasil yang diharapkannya. Kalau berpikir kemana memang orang tuanya? Kenapa tak membayarkan saja uang sekolahnya? Yang perlu diketahui, tidak semua manusia mampu bergantung. Bagi si Gondrong , bergantung adalah hal yang paling susah dibandingkan dengan perihal mandiri. Mandiri adalah hal yang menurutnya lebih manusiawi jika melihat keadaan di sekitarnya.
Ia ingat bahwa ada toko yang menawarkan kepercayaan, dan barang siapa yang menaruh barang jualannya di toko itu, maka seperti sulap yang melenyapkan dalam sekejap. Ia pun tahu, karena ia sering melihat barang-barang dalam etalase di toko itu. Biasanya ia mendatangi rak buku dan memilih buku yang paling ia suka yang nantinya akan di beli bulan berikutnya. Dan untuk pertama kalinya, ia foto si Biru itu yang biasa menemani perjalannya mendaki gunung belakang kampusnya, atau ranah yang ia suka. si Biru ia taruh di toko itu. Lalu dalam beberapa menit saja, ada orang asing yang mau “mengadopsi” si Biru dengan harga yang membuatnya tak enggan untuk melepasnya. 3 hari berikutnya, dari toko itu, yang awalnya ia ragu dengan kepercayaan yang ditawarkan di toko itu, ia melihat bahwa saldo tabungannya sudah bertambah.
Waktu 3 hari itu adalah pengalaman luar biasa baginya. Melepaskan si Biru namun ia menpadat apa yang dikejarnya. Dengan begitu ia bisa lanjut kegiatan belajarnya pada sebuah pendidikan formal di kotanya. Dari narasi itu, toko itu menjadi tempat singgah tiap hari. Ia lihat buku yang ia suka, bahkan mie instan yang ia santap tiap harinya. Jika beruntung, akan ada pengumuman bahwa toko itu memberikan diskon paling istimewa.
Menjadi sebuah keajaiban juga kalau kalian menemukan toko ini. Orang di kota ini sebut toko ini sebagai #bukainspriasi. Bahwa kendala di tambah dengan usaha akan meghasilkan hasil yang sangat menginspirasi. Gondrong menjadi inpirasi bahkan untuk orang dikalangannya. Ia memang terkedala pada sisi finansial untuk terus belajar dan berperan menjadi seorang mahasiswa. Namun dengan adanya toko itu, setidaknya memberi kelegaan tersendiri baginya sehingga ia bisa medapatkan materi untuk bertahan hidup ke depannya. Tak harus ia menjadi seorang sales yang menawarkan dagangngannya kepada kelompok besar atau orang yang lalu lalang. Kini ia tinggal serahkan kuasa pada toko itu dan menunggu sembari ia belajar di kelasnya.
Bahkan toko ini menjadi sebuah rumah singgah manusia jenis apapun. Tiap hari sepulang kuliah, ia sempatkan mampir. Ia sempatkan untuk mendengar narasi yang lebih menginsiprasi. Atau bahkan membaca para kisah pengunjung toko itu yang ditempel di dinding toko tiap harinya. Contohnya saja tukang basreng langganannya tiap hari yang biasanya ia beli hanya 5 ribuan saja. Kini tukang basreng itu bisa mengirimkan dagangannya tak hanya di dalam kota bahkan harus diterbangkan dengan pesawat dan juga menyebarang laut Jawa. Tentu saja, saldo tabungan tukang basreng itupun tak ada bedannya dengan si Gondrong pada masa tiga hari menunggu yang istimewa itu. Selalu bertambah angkanya.
Oh iya, toko itu sekarang sudah terkenal dipenjuru kota. Bahkan orang yang Gondrong temui dalam kesempatan tertentu adalah pengunjung tetap toko itu. Bahkan ada kemungkinan orang yang lalu lalang di jalan baik yang pakai motor, mobil pribadi, angkot atau jalan kaki bisa saja sama dengan si Gondrong. Yakni yang biasa menaruh dagannya di toko itu ataupun yang biasa singgah selepas selesai kelas di kampusnya. Tokonya memang penuh dengan ornamen merah menjadi identitasnya. Biar tidak tertukar dengan toko-toko lainnya, kini pemilik toko itu menempelkan nama di pintu masuk toko yang telah menginspirasi manusia di penjuru kota itu. Diatasnya tertera papan bertuliskan “Bukalapak” dengan warna putih yang bersih dan papan berwarna merah yang mencolok. Dengan begitu, jika kalian ke toko yang terkenal itu, kalian tidak akan tertukar dengan toko lainnya.
Jika belum berkunjung, jangan lupa untuk jadikan toko ini menjadi “tempat” yang paling ingin kunjungi dalam hidupmu. Kalau sudah sampai di “Bukalapak” jangan segan untuk masuk, nanti ada penyambutan paling ramah jika kalian akan menjadi bagian toko itu.
0 Komentar