15000 gram yang lalu
Tulisan di bawah ini adalah ketika sahaya berumur 19 tahun. Masih belum bisa menarasikan dengan runtut. Dan tulisan ini merupakan catatan harian selama 11 hari melakukan perjalanan di alam yang menjadi awal dari perjalanan-perjalanan selanjutnya.
Hari Pertama
Tidak seperti Sabtu pagi yang biasanya, hari ini 8 Februari 2014, adalah hari dari awal perubahan yang saya harapkan (perubahan yang lebih baik). Menjalani masa karantina dalam Diklatsar Kappa 17 yang sama sekali tidak terbayangkan sebelumnya. Diawali dengan pengumpulan logistik yang akan dibawa selama sepuluh hari kedepan, bagaimana packing carrier yang benar, semua itu adalah hal yang baru bagi saya.
Pada hari pertama diklatsar, kami siswa calon anggota kappa 17 dilatih untuk beradaptasi di alam. sebenarnya lebih untuk menerapkan materi pada saat basic trainning selama 3 bulan sebelumnya. Dari mulai memasak menggunakan nesting, baris berbaris, packing, ppgd, manajemen perjalanan, dan long march membawa carrier. Dari hal terakhir yang disebutkan, itu adalah hal terberat yang membuat saya berpikir apakah saya bisa mengikuti diklatsar kappa 17 ini sampai selesai. Karena awalnya pun berpikir kalau tidak sanggup pulang saja. Akan tetapi, saya tahu bahwa saya di sini tidaklah sendiri, saya bersama keluarga. Siswa calon anggota kappa yang akan menjadi keluarga, keluarga besar kappa. Dan dengan kebersamaan,saat-saat terberat pun akhirnya bisa dilalui. Dan saya berharap pengalaman ini menjadi titik tolak saya dalam menaklukan diri saya. Karena seperti yang kita tahu, musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri.
Hari ke dua
Kini matahari kembali menampakkan dirinya dengan tegas di sebelah timur, yang berarti hari lalu telah menjadi sejarah, dan hari ini menjadi awal sejarah baru. Diklatsar penuh dengan kejutan-kejutan yang sama sekali belum pernah saya bayangkan sebelumnya. Hari ini, 9 February 2014, keterkejutan saya adalah pada diri saya sendiri. Hari pertama menuju basecamp di citarum. Tanjakan citatah adalah kata yang tidak akan saya lupa. Semua berawal dari moment itu. Moment dimana semua rasa bisa dirasakan dalam beberapa jam. Dari lelah, marah, sakit, kecewa pada diri sendiri, semangat, keyakinan, rasa saling membantu, dan yang terakhir adalah keyakinan untuk tidak berputus asa. Hiperbolis memang, tapi inilah yang saya rasakan saat moment perjalanan menuju basecamp pertama.
Mengenai keterkejutan, keterkejutan pada diri saya, adalah ketika saya tahu bahwa apa yang saya anggap sebelumnya tidak mungkin itu hanya wacana. Ketika hari pertama membawa carrier, ketakutan-ketakutan saya muncul dan “bermain” dalan teather saya. Maksudnya, ketika pengalaman membawa carrier,saya menjadi siswa terakhir yang sampai. Pada saat itu juga saya berpikir bahwa siap-siap saja saya akan tertinggal terus-terusan. Pada saat itu saya tahu bahwa hal tersebut belum seberapa, lalu bagaimana diklat yang sebenarnya?. Itulah ketakutan saya. Anehnya, semua keadaan berbalik dan memihak saya sepertinya. meski saya berpikir saya sedang apa sebenarnya, sudah tak ada lagi tenaga. Cuma doa untuk lebih baik pingsan saja. sungguh lebih baik saya pingsan. Sepanjang jalan dalam doa itu dan diam saja dan ikuti jalan ternyata kawan saya tertinggal. akan tetapi, ketika akhirnya sampai di basecamp pertama, di Citarum, saya berpikir apakah katakutan-ketakutan itu hanya lelucon?. Ternyata ketika semangat dan keyakinan melebur jadi satu , serta kebersamaan, dorongan,dan doa menyertai kita, kelemahan kita bisa ditaklukan.
Sesampainya di basecamp, ketika rasa lelah belum hilang, kita harus membuat camp craft. Dan ketika itu juga panitia “meneriakan” tema hari ini yakni leadership. Ketika perjalanan menuju basecamp, yakni melewati tanjakan citatah, saya bisa memaknai tema hari ini. memaknai tentang kepemimpinan, yakni bisa memimpin diri sendiri dan terlebih lagi memimpin orang lain. ketika kita adalah pemimpin dari diri sendiri, maka kita bebas “melakukan” apapun dengan diri kita, termasuk bebasa berpikir bahwa kita bisa melewati kesulitan-kesulitan dan yakin bahwa tidak ada yang tidak mungkin.
Hari ke tiga
Ketika pagi kembali menyapa dengan suara alamnya, hari ini 10 february 2014 masih menjadi pertanyaan. Meskipun begitu, saya masih bisa menikmati suara gemuruh air sungai citarum dengan pertanyaan-pertanyaan di benak saya.
hari ini mungkin lebih sepi dibanding hari sebelumnya. Hari ini kita harus mengarungi sungai citarum, yakni materi dari Divisi Orad (olahraga arus deras). Untuk pengarungan pertama yakni pengarungan pendek saya masih bisa menikmati bagaimana lelahnya mendayung dan bagaimana dinginnya percikan air sungai citarum. Akan tetapi, untuk pengarungan selanjutnya karena kondisi kesehatan, saya tidak bisa mengikutinya dan sebagai gantinya saya memasak sambil menunggu teman-teman lain selesai pengarungan.
Ketika memasak sendiri, inilah yang saya anggap sepi. Rasanya, waktu lebih lama dari biasanya. Ditambah lagi, ketika harus mencari bahan makanan dan alat masak di setiap carrier yang ada. Bongkar pasang Sembilan carrier untuk mencari alat makan apalagi ketika mencari korek dan bahan bakar. Jika boleh dikatakan, hari ini tidak membahagiakan.
Hari ke empat
Dari hari yang tidak begitu membahagiakan, kini adalah hari yang menggetarkan. Hari ini tanggal 11 February 2014. Dan baru kali ini, ketika saya menyanyikan himne kappa, dengan “jujurnya”mata saya meneteskan air mata. Disini panitia memberi kami kejutan kembali. Mereka memberi hadiah yang belum saya pernah lihat, yakni view tebing pengantian dengan keindahannya. Dan disinilah hari yang menggetarkan ketika kami bersembilan saling merangkul dan menyanyikan lagu himne kappa. Bagi saya, apa yang saya deskripsikan sebagai hari yang menggetarkan tidaklah hiperbolis, tapi memang rasa itulah yang saya alami.
Hari ini kami berada di basecamp ke dua,di dekat tebing pengantin. disini banyak sekali moment yang susah untuk dideskripsikan. Saya merasa saya dekat sekali dengan alam, dekat dengan Tuhan. Ditambah ketika saya mendengarkan suara kumandang adzan dari puncak bukit dan ditemani suara alam. Dari deru angin, purnama malam,suara burung, gemrisik daun, dan terbitnya sang fajar.
Hari ke lima
Di basecamp ini, kami melakukan panjat tebing. Setidaknya, meski dengan susah untuk naik ke atas tebing, kami masih diberi hadiah pemandangan alam dari atas tebing. Dan Di pagi berikutnya, 12 February 2014, adalah praktek divisi Bidik kembali. Tidak seperti sebelumnya, kita disini lebih dituntut untuk percaya pada teman, dan saling menyemangati teman. Di hari ini, saya mulai lelah. Yang saya pikirkan adalah saya ingin mengakhiri hari ini secepatnya dan kembali untuk merebahkan diri di matras dan menutup mata saya.
Hari ke enam
Pagi kembali dengan senang, saya dan teman-teman melangkah menuju basecamp ke tiga. Hari ini adalah hari “controversial”. Perjalanan yang panjang, amat panjang. Perjalanan menuju palasari. Ketika awal perjalanan saya masih bisa menikmati suasana hutan, suara burung, dan nyanyian-nyanyian kappa. Tapi, setelah pertengahan perjalanan, yang saya rasakan hanya menguatkan diri saya untuk tetap kuat dan pecaya bahwa dimana ada awal pasti ada akhir. Dan diperjalana ini juga, saya merasa sangat malu dengan diri saya. memalukan, itulah yang hati saya katakan ketika akhirnya saya harus berjalan tanpa carrier saya di detik akhir menuju basecamp ke tiga.saya kira saya masih mampu untuk lari bahkan, tapi raga berkata sebaliknya. dalam perjalanan itu, hanya bisa memuntahkan air yang entah kenapa tak ada habisnya. sudah saya mohon saya pingsan saja. tapi tidak pernah bisa.
Ketika mata sudah tak lagi bisa menatap seperti biasanya, dan langkah gontai yang dipaksakan, itu adala hal pertama yang baru saya alami. Dan ketika akhirnya saya mencapai basecamp tanpa carrier saya, dan dengan begitu, itu adalah cara seseorang menyusahkan orang lain. Sedangkan saya benci menyusahkan oranglain, itulah mengapa sangat memalukan.
Sesampainya di basecamp palasari, kita disambut panitia dan entah kenapa panitia hari ini lebih terlihat “menakutkan”. hari ini saya tidak bisa berpikir dengan jernih, dan lupa hari keberapa saya telah mengikuti diklatsar kappa 17 ini. Yang saya pikirkan adalah ingin cepat mengakhiri kelelahan dan kembali di pagi yang baru.
Hari ke tujuh
Selama tujuh hari diklatsar kappa, hari ini adalah hari yang menyenangkan. Hari yang penuh arti.hari ini adalah materi dari divisi koral (konservasi alam) dan Fose (fotografi dan seni). Selain itu juga ada materi sosialisasi pedesaan. Di tanggal 14 February 2014 ini, saya saling berbagi cerita dengan penduduk desa gunung kasur yang terletak di kecamatan cilengkrang, bandung.
Sesuai dengan tugas Sosped, saya menginap satu malam ditempat warga .di sana saya saling berbagi cerita dengan seorang ibu muda. namanya Tika, dia berumur 19 tahun, sama seperti saya. hanya bedanya dia memberikan kehidupannya untuk suaminya dan anaknya Chandra yang baru berumur 7 bulan.Kami saling bercerita layaknya teman sepermainan. Kami berbicara tentang kehidupuan. Kehidupan yang tidak pernah jauh dari kata keras.
Setelah melepas lelah dengan canda, saya makan masakan Teh Tika. Ia sagat baik, bahkan ia memasak air panas untuk saya mandi. Setelah makan dan mandi, saya dan teh tikaa melanjutkan perbincangan mengenai kehidupan di desa gunung kasur. Setelah malam larut akhirnya saya pamitan untuk istirahat. Sebenarnya, malam ini saya sangat mengantuk. Akan tetapi, saya harus mengesol dua sepatu saya dan menjahit carrier saya yang sobek. Jika diingat, saya sebal karena waktu tidur saya jadi berkurang. Tetapi, rasa sebal itu tidak mengurangi kesenangan di hari ini.
Dan malam ini dilanjutkan menulis buku harian. Dan saya berpikir bahwa inilah hidup. Jika ini adalah hidup seperti yang dikatakan teh tika, diklatsar kappa bukanlah apa-apa.
Hari ke delapan
Di pagi hari jam 4 subuh the tika membangunkan saya untuk bersiap siap mengikuti diklatsar kappa selanjutnya. Pagi begitu dingin, dan saya duduk didepan tungku sembari berbicang dengan the tika yang sedang menaanak nasi. ketika akhirnya ada perpisahan, kenapa seseorang harus dipertemukan. Begitulah yang saya pikirkan, ketika saya harus pergi dan berpisah dengan teman baru yang saya temui di desa gunung kasur. Hari ini, salah satu hari yang menyedihkan dari diklatsar kappa 17.
Pertemuan dengan penduduk di desa gunung kasur kususnya dengankeluarga dimana saya menginap yakni the tika menyisakan kenangan yang sangat dalam. Sebelumnya mereka adalah orng asing, tapi kini mereka bagai seorang yang memberi suasana keluarga yang sebenarnya.
Masih di desa gunungkasur di tanggal 15 February 2014, tapi dengan suasana berbeda. Di pagi ini, kami melaksakan materi keorganisasian dan gurita . Di hari ini saya merasa lebih santai dengan materi keorganisasian yang attraktif.
Di malam ini kami diberi kejutan lagi, yakni piano rimba. Banyak cerita lucu dan berkesan di malam ini. Tapi juga ada hal yang bermanfaat. serta hal yang menggetarkan, lagi-lagi kami menyanyikan himne kappa dengan isakan tangis. Entah apa yang saya pikirkan, semuanya bercampur, dan hanya tangis yang menjawab.
Malam dengan purnama berganti dengan pagi yang seperti biasanya. Hanya saja , yang tidak biasa adalah di pagi ini , kami melakukan packing ulang. Dan yang saya kejutkan adalah semua bahan makanan disimpan oleh panitia dan kita disisakan gula merah dan garam. Saya baru sadar bahwa 3 hari kedepan adalah masa survival. Yang saya tahu, tiga hari terakhir adalah dimana kita makan dengan menu makan sndiri bukan dibuatkan oleh panitia, tapi ternyata adalah kita harus bisa bertahan hidup dengan makanan yang disediakan oleh alam.
Tanggal 16 February 2014 kami menuju basecamp ke empat yakni manglayang. Kali ini kita melakukan survival dinamis. Beruntung saat diperjalanan kita menemukan sedikit sayur dan pisang. Perjalanan kali ini lelah, tapi tidak terlalu melelahkan. Ketika akhirnya kita diberi waktu istirahat, lama sangat lama dari biasanya. Dan ketika akhirnya melanjutkan perjalanan,inilah tantangan selanjutnya. Namanya tanjakan bless of glory. Hanya berpikir ingin langsung sampai basecamp, membuat bivak, dan tidur. Di tanjakan ini, saya merasa…- susah untu di jelaskan. Marah iya, kecewa ia, nangis ia. Karena ketika berjalan tidak sampai-sampai dan kaki sudah lelah, dan disini benar-benar menguras tenaga dan semangat. Dan sedihnya , jalannya pas bareng sama brimob yang lagi diklat. Jadi mereka dalam keadaan bersih dan mereka tidak melakukan survival. Makan sepuasnya, minum juga sepuasnya.
Setelah sampai basecamp dan melewati tanjakan bless of glory, perjuangan belum selesai. Ketika sampai barbeureum kita harus sigap, yakni langsung melakukan campcraft. Ditambah lagi cuaca yang sedang hujan. Ketika selesia melakukan camprcraft, ternyata itu adalah bukan basecamp kita untuk bermalam. Lalu kita pindah , dilereng gunung. Disini, kita bermalam. Dan dalam keadaan survival malam ini sangatlah dingin. Hari ini begitu melelahkan tapi terbayar dengan tidur yang cukup memuaskan.
Di pagi tanggal 17 February 2014,kita turun ke lembah dan membuat bivak alam. Hari ini sangat lemas, dan mengerjakan pekerjaanpun sangat dipaksakan. ditambah lagi mudah cape dan nagntuk. Singkat cerita, sinag hari ini saya lalui tanpa semangat. Dan dimalam harinya begitu dingin, dan di malam inilah panitia member kejutan besarnya.
Mental ideology. Susah untuk dideskripsikan. Tapi yang pasti, saya mendapat banyak ilmu, dan disinilah puncak dari semua pengalaman diklat dari awal sampaiakhir. Sangat berterima kasih pada panitia, karena ketika MI saya merasakan hal yang baru. Dan berterimakasih karena panitia bisa menciptakan moment ini.
Hari ke sebelas. Final!
Di paginya 18 February 2014, perjalannan menuju fikom. Dalam perjalan, banyak hal yang berkesan, tapi susah untuk dijelaskan. Karena satu yang saya pikirkan, yakni sampai di kampus fikom. akhirnya di akhiri dengan sujud syukur dan penyematan syal,masih merasa tidak percaya bahwa saya telah mengikuti diklatsar kappa selama 11 hari . Dan sebagai siswa calon anggota kappa kini berganti menjadi anggota kappa, keluarga besar Kappa dengan nama angkatan Derap Purnama.
Jika bisa disederhanakan, perjalan itu sudah diluar batas kemampuan. Dalam keberangkatan yang dipaksakan, saya mengantongi dua lembar hasil cek laboratorium yang dilakukan seminggu terakhir dan 2 hari sebelum kegiatan. Dalam surat itu, bahwa saya kena gejala tipes dan harus melakukan istirahat total. Namun, sakit itu hanya ada di dalam pikiran katanya (kata senior). Lalu sebelum hari H pun harus cek kesehatan, dan permasalahan pada infeksi telinga yang tidak bisa terkena air, dan menjadi masalah vital karena hasil terburuk adalah infeksi yang membutuhkan operasi. Sehingga menjelaskan kenapa saya tidak bisa ikut pengarungan. Meski otak berasumsi sehat, namun raga tidak sejalan. 2 bulan setelahnya, 4 hari 3 malam di rumah sakit adalah istirahat paling sempurna. Dan lucunya, karena takut bakal kena marah orang tua, saya hanya menghubungi mereka di hari akhir untuk minta dibayarkan rumah sakitnya. Sungguh pengalaman ini yang selalu muncul untuk membandingkan pada momen dimana hidup terasa melelahkan. Bahwa apapun susahnya, betapapun menyakitkannya, kalau memberanikan diri untuk menjalani, semua akan terlewati.
0 Komentar