Luruh

sumber: minabraun.com


Tak ada bedanya dalam pergantian tahun ini. Waktu masih 24 jam. Senin sampai kembali Senin pun masih sama, tidak ada sapa. Semua sama, dalam rajut waktu yang belum berakhir, cemas dalam hati bertahap luruh dan meninggalkan waktuku.
Tak ada bedanya, manusia manusia pulang setelah lelah bahak dalam tawa. Dan lupa betapa mulianya tugas mesiu, arang, besi, aluminum,titanium,berilium yang melebur menjadi sebuah api yang nyala dalam langit hitam di setiap malam perayaan.
Tak ada bedanya, masih belum teriakan padanya bahwa siapa ia yang tak tahu diri mempermainku sekian lama. Yang carut marut pikiranku tergadai dalam tahun belakangan ini.

Begitu yang kutuliskan saat duduk di bangku cokelat taman belakang sembari minum air putih. Dan juga Air putih lebih bagus ketimbang minum kopi karena cafein hanya membuat debar dan gelisah dalam menjemput pagi. Apalagi, ini manusia tidak suka dengan adrenalin. Tidak bisa dan tidak biasa dengan debar berlebih. Jadi tak bisa ia artikan debar karena pompa ventrikel atau debar karena otak mengartikannya sebagai sebuah rasa, yang kemudian aorta leburkan dalam darah dan salurkan seluruh tubuh.Kalau begitu, mana tahu otak membedakan mana yang aritmia atau mana yang jatuh cinta.
Rasanya malah sedang telentang dan memadang semesta. Menghela napas panjang dalam sabana di Argopura sana. Pasti rumputnya sedang hijau dan menenangkan mata. Rasanya kalau kembali kesana akan menjadi utuh. Kembali menjadi diri yang membuat masa depan, bukannya kenangan. Lagian hidup masa cuma mengenang? Ya, meski katanya tahun ini adalah gapura, tapi rasa -rasanya ada yang belum selesai.
Kenapa belum selesai? Atau apa yang belum selesai?Entah, yang bagian mana. Semua sama, belum selesai. Kan ku bilang di atas juga tak ada bedanya. Gapura untuk menjemput kecewa sepertinya. Dan lagi, aku di hujam kabar yang sangat tak enak hati. Benar, awal permulaan menjemput kecewa harus dipersiapkan.
Sedang helaan napas ku masih tersendat. Ada yang belum lepas.  Masih menggenang kenangan dalam kejauhan. Tapi aku akan lepas dalam pikiran. Maksudku, aku sudah dalam tahap tak perlu mempertanyakan mengenai tuntutan Tuhan. Atau mengenai para pemyembah Tuhan yang tak masuk akal. Sudahlah cukup, persiapkan segala untuk akhir zaman.

Yah, Air putih dalam gelasku habis. Aku harus balik untuk mengambil segelas lagi. Atau aku sekalian saja hengkang dari bangku coklat ini. Lanjutkan tulis menulis resolusi hidup tahun baru. Begitu?Yang pasti, semua sisa yang rasanya belum selesai, dismogakan mampu luruh, masuk dalam sela bahkan vena. Perihal gelisah boleh mampir tahun ini, tapi tak perlu setiap saat seperti tahun lalu. Jangan terkoyak lagi. Kalau dikumpulkan air matamu bisa menenggelamkan satu kota di Yunani sana. Dan insomnia, semoga ia mampu lebur dan luruh terbawa lara yang bertahap lenyap nantinya.
Dari semuanya, resolusi yang pasti adalah lara yang luruh. Biar hati tak perlu ku titipkan dalam panti jompo. Atau aku tak perlu lagi mabuk karena air mata tiap harinya. Bagiku, yang itu melelahkan. Dan, aku hanya akan berdamai dengan orang yang tulus, tak perlu sandiwara atau permainan belaka. Kalau kau tak mampu jujur atau apa adanya, mana bisa aku berlabuh.

Posting Komentar

0 Komentar