Sungguh luar biasa, aku menjadi kandidiat pendosa besar di semesta dan masyarakat tercinta. Menjadi seorang wanita dengan umur seperempat abad dan hidup tanpa pendamping di sisinya. Mengejar ilmu yang terlalu lama, belum menjadi budak korporasi yang di-Tuhankan seluruh negeri, atau menjadi budak waktu pukul 9 sampai 5 sore berkedok nasionalis mengabdi pada negara tercinta. Aku menjadi kandidat terbaik dengan hadiah rajam kata-kata setiap harinya.
Tuhan, konsep ke-Tuhanan yang kau sampaikan dalam sebuah kitab yang paling shahih ku akui dan ku lakukan dari rasa terpaksa, mempertanyakan, menuntut, mengabaikan, dan akhirnya menerima. Dari perihal menutup dengan kain yang masih kupertanyakan esensinya, sampai menahan diri dari duniawi serta dalam 30 hari menahan nafus tidak ku tinggalkan juga. Bahkan hal receh yang menurutku tak perlu aku coba kerjakan juga.
Kau punya kekuatan maha dasyatnya kan? Tentu saja aku tahu, kau Tuhanku. Kenapa tak kau lenyapkan saja manusia-manusia yang hanya bisa merajam kata-kata, yang memaksakan kehendaknya, bahkan manusia yang munafik serta ber-Tuhan dengan caranya sendiri? Bukankah itu solusi yang tepat. Kalau tidak berikan berkahmu, agar manusia yang ku sebut di atas, yang menuhankan diri sendiri, yang menyebarkan ujaran kebencian, kau tutup rapat-rapat mulutnya seperti nanti saat hari penimbangan di akhirat sana, percepat saja, lagian kiamat selalu semakin dekat.
Dan lagi,menuntut ilmu untuk menjadi rendah hati bukan rendah diri. Lalu kau harus balik ke ranah asalmu karena ia bukan ibu tiri. Sayangnya, entah desa atau kota, ranah yang ku tinggal menjadi asing. Orang-orang keroyokan menjunjung tinggi derajat dunia dari uang sampai jabatan. Berlomba-lomba dengan tekhnologi terbarukan sebagai orang yang terbarukan dengan tekhnologi. Aku bukan menjadi orang asing, tapi ranah ku yang menjadi asing dengan orang-orang yang terbarukan dengan mentah. Yang apapun harus di publikasikan, dari pendapatan, belanjaan, jabatan. Jika tidak? Kau akan dianggap tak waras dan berdosa karena tak mengikuti adat istiadat manusai di sana. Siapapun kau, asalkan kau keturunan hawa, kau harus bawa lelakimu ke rumah. Mau statusmu jadian, pendekatan, ataupun haram, bawa saja dulu dan pamerkan ke sekeliling. Kalau bisa araklah seperti orang yang keroyokan menjunjung jabatan, rekening tabungan, dan pendidikan. Itu adalah langkah awal menutup mulut-mulut yang hanya selalu merajam.
Mau kau jelaskan seperti apa, kalau kau penganut konsep ke-Tuhanan yang baik, tak akan mempan kau jelaskan pada orang-orang yang memegang tradisi paling bergengsi. Siap-siap saja menjadi bulan bulanan masa, apalagi jika keluargamu tak satu frekuensi. Jangan lupa tisu dan sajadah kalau kau mau menumphkan amarah dan kecewa dengan cara konsep ketuhananmu. Lagian mau diapakan juga mereka tak tahu bahwa konsep halal dan haram tidak hanya ada pada makanan saja. Beruntung masih ucap assalamualaikum. Entah seruan yang harus dikerjakan setidaknya 5 kali sehari dan mengizinkan makan saat matahari terbenam saja tidak dilakukan.
Kenapa indikator seorang yang hina menjadi terbalik. Aku tak menyentuh rum, marijuana, bersengama, haha hihi dengan jenis berbeda, meski semua itu ada di depan mata dan sangat gampang sekali kugapai, merugikan orang lain tidak juga, kenapa malah menjadi orang yang hina dan pantas dihakimi masa? Sedang mereka yang lakukan di atas, asalkan ia ikut arak arakan mengenalkan para tuan hatinya dengan jabatan, kendaraan dan buku tabungan, hal itu menjai sebuah prestasi yang sangat amat mahal?
Sayang sekali, kenapa aku harus tinggal dengan orang-orang yang sakit seperti mereka. Jangan salahkan,mana aku bisa betah jika aku hanya balik dengan identitas pendosa besar yang harus dirajam.
0 Komentar