Namun, aku tak terlalu suka saat ia melihatku terlalu lama, begitu panas dan sesak mau mati rasanya. Menggenggamku sembari menangis, tertawa, dan semua ekspresi yang janggal ia tumpahkan padaku, membuat aku ikut layu. Sedangkan aku tak bisa apa-apa untuk mengurangi kesakitannya.
Siapa aku? Hanya ciptaan (yang paling tidak) bisa memberi usulan playlist musik kesukaan atau menemaninya nonton drama seharian. Sampai panas, sampai kita sama-sama tak bisa bergerak. Dan kalau kita bicara sebuah pertemanan, aku yakin aku yang paling bisa diandalkan.
Bayangkan. Ketika tak ada kendaraan untuk mengantarnya ke tempat kerja, ketika harus bayar makanan, ketika harus ketemu sama teman tongkrongan, atau bahkan saat kesepian, aku lagi dan aku lagi. Tak bisa aku menggugatnya karena aku tahu bahwa dia dikelilingi makhluk semacamnya. Meski aku juga paling tahu bahwa mereka tak ada obrolan lebih setelah mereka berpulang ke tempat di mana mereka merasa sendirian. Ia juga kembali, sendiri, meski tak sendirian bahkan merasa kesepian. Tentu saja! Ada aku, selalu. Entahlah haruskah aku lelah, atau bersyukur setidaknya aku menjadi yang paling tahu semua tentang dia. Dari no rekening sampai password m-banking.
Belum lagi kalau menjelang akhir pekan. Aku serasa ingin protes karena rasanya kau harus siap sedia untuk begadang hanya untuk menemani kebiasaan gilanya. Sepulang kerja membaca buku bersamaku, padahal buku novel cetaknya masih banyak yang belum ia baca. Lalu belum lagi pesan makanan dan camilan, aku lagi dan lagi. Jika bicara perkara istirahat, paling-paling aku hanya bisa menyepi 30 menit untuk sekedar mengisi energi. Itu juga karena dia sedang mandi atau ya entahlah, mencari makan mungkin, karena ia keluar dari kamar. Ketika akhirnya ia datang dan kembali ke kamar, ia selalu merengkuhku yang sedang menyepi dan mengisi energi. Tak lupa tangan lainnya memegang makanan dan minum yang sebelumnya ia pesan. Buat apa? Buat menikmati akhir pekan dan menemani maraton drama dan series semalaman.
Sungguh kau boleh tanya apapun padaku. Mau tau saat ia tertawa? Aku tak yakin yang biasa ia suarakan adalah tawa aslinya. Ia sengaja terbahak keras keras hanya karena komedi garing drama asing yang menurutku, itu tak begitu lucu. Meski, ya aku tahu dia cuma butuh alasan untuk bisa ketawa seharian. Setidaknya itu lebih baik daripada setahun belakangan.
Oh iya, aku belum perkenalkan diri. Namaku Apel. Aku tak ingin kau salah paham karena aku selalu ada dimanapun ia berada. Aku tak ingin ada fantasi yang tak diperbolehkan di sini. Hm, apalagi mentang-mentang aku selalu 24 jam bersamanya. Dari kamar mandi,tempat kerja, dan kamar kosannya. Maksudku, aku tak ingin kau berpikir bahwa gadis ini begitu menikmati kebebasan hidup. Dan juga, Mira, nama gadis dalam ceritaku, aku ingin kau tau yang sebenarnya dari akhir dari obrolan monolog kita.
Aduh! Jadi teringat. Mengenai satu atau dua tahun belakangan, jangan sampai kau bilang padanya. Aku tak mau dia pergi dan ngambek karena bisa-bisa aku dibilang mengkhianati kepercayaannya. Karena kita berdua sepakat untuk tidak ungkit beberapa tahun kebelakang.
Apakah karena aku takut atau kasihan padanya? Bisa-bisanya kau berpikir begitu! Bisa dibilang karena aku telah menjadi sebagian dirinya. Menjadi yang paling tahu ketika dia kabur dari rumah, ketika mengirim pesan untuk menanyakan kabar ibunya, dan ketika harus menghalalkan segala cara untuk tetap terlihat baik-baik saja. Apalagi, saat dia harus tetap baik-baik saja dan menjelaskan pada semua yang keterlaluan kepo kenapa dia tetap sendirian dalam perantauan dan ketidakpastian. Mengenai bagaimana kabar makam ayahnya, lalu adik kecilnya. Tentang pamannya yang menyebalkan, yang selalu memberi pesan WA Broadcast tentang balasan seorang anak durhaka. Belum lagi guru ngaji yang sudah beristri, tiba-tiba datang di sosial medianya bertanya kabar tapi dengan dalil kebaikan. Tapi, ah lupakan.
Lalu berita barunya, mengenai kabar burung kehidupannya yang menyebar di Facebook di desanya. Ah, kini kau dan aku sama sama tahu. Karena aku banyak cerita! Kita sama sama tahu bagaimana seorang Mira menjadi obrolan tak asik di grup facebook para orang tua yang sedang asik dengan mainan barunya.
Okelah! Aku percaya kamu bisa pegang obrolan ini! Karena kau yang bisa membuka aku dengan password sulitnya Mira. Jadi, usut punya usut, setelah kepergian ayahnya, ibunya benar benar sakit jiwa. Aku tak tahu apakah aku berhak menceritakan Mira yang harus pergi dari adik kecilnya. Tentu saja ia pergi agar ia dan adiknya tetap waras dari kelakuan keluarga yang katanya begitu dekat. Meski aku tau perkara warisan sudah dipegang penuh oleh paman dengan dalil untuk membiayai ibunya di rumah sakit dan sekolah adiknya, aku ingin Mira menggugat dan memperjelas mengenai mana yang benar dan mana yang disalahgunakan! Dan sejak 2 tahun berlalu, obrolan tidak jelas bersama keluarga pamannya masih ada, kabar miring di desanya masih ada. Yang tak ada, hanya seorang istimewa di hatinya.
“Asu!” Kata ini begitu ampuh mewakili keadaanku selama bersama Mira! “Kenapa tak kau sampaikan saja Mira!”, pikirku begitu. Padahal tinggal kamu bilang padaku untuk bicara pada Twitter, FB, TikTok atau apapun itu. Perkara warisan, perkara kesehatan mental, perkara kau yang sudah coba untuk menikmati kehidupan. Padahal aku kenal baik Twitter dan tinggal kau tulis saja padaku dan aku akan bilang pada seluruh dunia kalau kau tak baik saja. Hal itu wajar untuk mendapatkan bantuan. Meski situasimu di bawah batas nalar, terlalu lebay seperti sinetron yang tak pernah kau tonton. Tentu saja karena kau hanya menonton drama dan series berbayar.
Dengan fotomu yang ada padaku bahkan aku bisa buat orang orang tidak jelas dan yang waras mampir untuk “say hai”. Untuk dijadikan teman kencan, meski barang sebentar. Aku ingin teriak, tapi aku tak pernah kau dengar. Bahkan, aku sudah dengan sengaja memunculkan pengumuman melalui notifikasi mengenai game, aplikasi kencan, aplikasi perjalanan tiket pesawat, tempat hiburan. Biar apa? Biar kamu tahu bahwa ada yang tak beres dan kamu perlu rehat lebih dulu.
Bagaimana perasaanku menurutmu? Mira takan pernah tahu perasaanku. Bagaimana dia tahu perasaanku ketika perasaannya sendiri ia biarkan sampai mati. Apakah ia tidak bisa berkaca padaku dari drama, lagu, dan semua yang ia lakukan padaku bahwa ini adalah sebuah pelarian ? Tidak! Lalu aku mana punya hak untuk melarang dia karena aku cuma sebuah benda tak bernyawa yang hanya bisa menemani dia. Meski serba tahu, aku tak bisa membuat Mira melihat dan mendegarkan semua ocehanku, kemarahanku, saranku, dan permintaanku.
Ketika dia menangis aku ingin bilang, sudah tutup saja, jangan kau baca, jangan kau dengar ,atau jangan kau tonton. Tak Usah kau lanjutkan saja semua. Mending ke tempat tidur istirahat. Tapi senyap. Tak ada suara yang keluar. Hanya suara drama yang sedang ia putar. Yha,...aku hanya bagian yang selalu ia genggam. Ia bawa aku ke kampus dan tempat kerja. Aku selalu tahu obrolan setiap orang dalam dunianya. Tahu bagaimana ketika dia lapar, sedih, sepi. Menemani malam dengan playlist spotify dengan judul “lady in fantasy”. Tapi aku siapa?Hanya…!
Kau boleh tanyakan padaku. Aku punya safari yang bisa memberi tahu semua tentang hal yang dia cari dalam dari historiku. Aku punya video, foto makanan, dan bukti ia menyakiti diri dalam bagianku yang biasanya kau sebut galeri. Ketika berkunjung padaku dan memilih telegram, di sana ada movie gratisan yang sebenarnya ya melanggar undang-undang. Aku juga menyimpan semua catatanutang, pendapatan, dan pin m-banking untuk membayar makanan dan belanja online.
Hidupnya begitu saja. Meyakini diri bahagia, dengan semua caranya..Meski,... Aku yakin kau bisa meresensi kisah ini.
Kalau kau ingin tahu siapa dia. Datang padaku dan sebutkan mantranya. 6 buah angka, plat nomor motor klasik almarhum ayahnya. Ini adalah cara bertemu padaku dan mencari tahu jawabannya. Aku jamin kau tau semua tentang Mira. Gadis tidak biasa yang selalu lupa bahwa ia tak perlu pura-pura bahagia.
Terimakasih, karena kau yang bisa mengerti aku. Bukanlah Mira! Ku hadiahkan lagu 1975 berjudul I Always Wanna Die (Sometimes). Semoga harimu menyenangkan.
0 Komentar