The Song of Achilles oleh Madeline Miller


Buku The Song of Achilles karya Madelline Miler di tahun 2022 sedang hype kembali. Apalagi, cover buku The Song of Achilles terjemahan Bahasa Indonesia begitu indah dengan warna ungu dan bergambar alat musik yang Achilles mainkan. Dipublikasikan di tahun 2011, dan terdapat film adaptasinya, ternyata The Song of Achilles memang se-hype itu! Baru tahu :(

Buku The Song of Achilles yang populer ini, di Twitter dan TikTok sering banget muncul sebagai rekomendasi. Bahkan, sampai pada saat itu, ketika akan membeli secara online di Tokopedia dan Shopee, buku The Song of Achilles ini kehabisan. Jadi, sebagus apa sih ceritanya?

Buku dengan halaman 488 halaman, 20 cm, cetakan ke 3 di juni 2022 ini, mungkin akan menjadi buku terbaik, tersedih, menggembirakan, atau yang tak bisa terlupakan.

Mengawali review buku The Song of Achilles, Jika kamu adalah penggemar karya Rick Riordan, The Song of Achilles tidak bisa kamu lewatkan begitu saja. Pecinta mitologi yunani dengan dewa dewi yunani, manusia setengah dewa, dan juga chiron-manusia setengah kuda yang selalu muncul di Narnia atau Percy Jackson, bisa kamu temui di sini. Ya, tentu saja bukan manusia setengah kuda si Tuan Tumnus yang di Narnia!

Oke, intinya, sebuah hal yang magical ketika seorang manusia memiliki kekuatan dewa di gadang-gadang sebagai pejuang dan pahlawan tak terkalahkan. Akan tetapi, semua itu tak ia dapatkan dengan cuma-cuma.

Love has no border!

Agak terkejut! Karena saat membeli buku ini, aku tak melihat resensi cerita atau membaca review buku The Song of Achilles. Karena covernya bagus, jadi langsung beli saja! Bocorannya, cerita ini dibumbui romansa yang menggebu mengenai perjuangan cinta sang pangeran dan sang pangeran. Yakni, seorang pangeran buangan dengan pangeran yang begitu magical, tampab, dan seorang pahlawan yang mebawa kemenangan.

2 hal yang saling bertolak belakang ini, bahkan dari segi fisik manusia “mundane” dibandingkan dengan manusia setengah dewa saja sudah timpang! Tapi, bagaimana 2 hal ini bisa menghasilkan stori yang begitu menggelitik, indah, haru, dan mengejutkan? Inilah bagian terbaiknya!

Maskulinitas!

Tapi, hal yang paling kentara adalah perihal maskulinitas. Bahwa, dalam setting Yunani jaman dulu, maskulinitas adalah keharusan bagi setiap pria. Hal ini menjadi abnormal bagi Patroclus yang hidup di masa itu. Akan tetapi, pembaca yang hidup di tahun 2000-an ini, lebih berpikir terbuka. Sehingga, apa yang didapatkan oleh Patroclus menjadi konflik yang membuat buku ini patut dibaca sampai akhir.

Riset dulu sebelum membaca

Bagi pengarang, buku The Song of Achilles membantu untuk memerangi “homophobia”. Diceritakan dengan megah melalui Achilles sebagai laki-laki paling tampan dan paling keren, dan Patroculus yang memiliki fisik yang biasa saja namun semakin matang dan menjadi keren saat dewasa. Dalam perjalanannya, kisah ini makin menarik dan asik di baca,

Namun, buku ini tidak cocok di baca oleh semua kalangan apalagi di bawah umur. Romansa yang janggal antara dua pangeran, di awal cerita sedikit membuatku berhenti untuk menelaah cerita. Dan, pantas saja novel ini di labeli umur 21+.

Dari buku The Song of Achilles, bahwa apapun itu termasuk perang dan cinta, harus kamu perjuangkan. Bahwa, sebuah kekuasaan berbanding lurus dengan keangkuhan yang hanya akan merusak dan menggagalkan kamu. Namun yang pasti, penyesalan susah sekali untuk diredakan!

Posting Komentar

0 Komentar