Bahwa kebahagian bukan menjadi porsi yang mampu ia terima dengan baik. Serba salah dalam kelahirannya, serba salah dalam kehidupannya. Serba salah! Ia di gadang-gadang sebagai tokoh pembesar umat, tokoh pembawa nama baik keluarga dan penyelamat dari hal buruk lainnya. Semua investasi ditaruh untuk nya sendiri, sebagai seorang paling soleh paling cerdas dan paling membawa harap. Messiah kah?
Maryam, mendengar namanya saja sudah menjadi pengharapan besar. Sebagai manusia rantau dari kabupaten dan desa kecil biasa, kota baginya menjadi “Alfamart” yang buka 24 jam. Serba ringkas, semua serba ada, dan hidupnya takkan mati seperti diambang batas menuju senja. gelap.
Sebagai calon tokoh penyelamat, ia seharusnya sadar bahwa ia menjadi atlas dalam keluarganya. Yang menopang dunia sebagai penjatuhan hukumnya. Sayangnya, ia tergopoh membawa dunianya pada alfamart 24 jam yang serba ada.
Setahun pertama ia menangis karena melanjutkan pendidikan di barat ternyata begitu menyulitkannya. Ranah asing, budaya asing, teman yang asing, dan diri sendirinya malah makin lebih dari asing. Menangis sejadinya, ia ingin balik saja menyusul para karibnya yang melanjutkan pendidikan di timur sana.
Waktu itu ia lugu. Bahwa pendidikan akan menjadikannya tokoh besar. Ia digadang-gadang menjadi seorang penyelamat dengan ijazah ditangan kirinya dan jabatan di tangan kanannya. Menyodorkan dua tangan itu untuk keluarganya, lalu seakan mereka bersorak ceria sembari menuju ke langit entah keberapa. Karena pasti mereka akan menjadi manusia yang lebih baik lagi kedepannya.
Tahun kedua, “Alfamart” tak begitu lengkap dan 24 jam kehidupannya melelahkan. Banyak hal yang harus diurus sendirian. Di tahun ini ia mulai menderita. Sakit raga dan jiwa. Sebagai calon tokoh petinggi, ia salah karena tidak tunjukan masalah pada tim sukses yang sedang berharap.
Maryam hanya tahu bahwa para tim sukses sudah melaksanakan kewajibannya dengan mengirim materi promosi setiap bulannya dan itu sungguh sungguh sangat cukup bagi mereka. Maryam? Tentu saja alfamart 24 jam lebih mahal dari harga biasa.
Ia putar otak, kuras tenaga, dan bolak balik ke gedung tua untuk mencari beasiswa susulan. Kemudian 1 tahun berlalu, beasiswa didapatkan untuk menyelamatkan sakit raganya dan membantu jiwanya pulih. Tahun ketiga, ia masih menderita, dirawat inap sendiri, jarang kembali kepada tim sukses yang menunggu penuh harap, dan mangkir dari tanggung jawab untuk selesai belajar dalam waktu yang cepat.
Tahun ketiga ia mulai mencoba untuk pergi jauh, dari kota ke kota, dari barat ke timur sana. Atau kembali ke barat untuk pergi lebih jauh lagi di sela sela hari libur semesternya. Menuju gunung dan pantai. Menikmati kopi teh dan juga susu strawberry kesukaannya. Ia menemukan kebahagiaannya dengan pergi dari hal jenuh yang sedang digeluti. Menjadi seorang calon tokoh petinggi?
Seperti sebelumnya, entah di desa atau di kota, ia masih menggeluti buku bacaan, menyentuhnya selembar demi selembar. Dengan terbukanya dunia, dengan 24 jam di “alfamartnya”, ia punya jalan lain menuju berbagai cerita.
Pertama, ia geluti roman sejarah, novel indonesia angkatan balai pustaka lalu 45 dan pujangga lainnya, menuju sastra rusia, dan narasi filsafat sekali duduk sebagai buku kesukaannya.
Sayangnya, semakin membaca, Maryam makin penuh pikirannya. Makin pendiam, makin sendiri, dan makin mangkir bahwa ada tim sukses yang menunggu dia pulang membawa kebahagian.
Di tahun keempat dan selanjutnya, ia mulai sadar. Ia selalu sendiri. Tapi bisa saja ia salah karena egonya sendiri. Tim sukses, meski jarang komunikasi, merekalah yang mengusung Maryam untuk menjadi tokoh besar.Untuk membuat tim mereka lebih baik dari keadaan sebelumnya.
Benar juga, Atlas menjadi pensosokan Maryam. Atau bisa jadi ia adalah reinkarnasi Atlas yang menanggung dunia pada pundaknya? Mungkin, hanya sebagian kecil
Sayangnya, tim sukses Maryam tak mendapat kabar terdalam bagaimana. Bagaimana Maryam berorasi, berusaha, bertemu rivalnya, bertemu sakitnya, dan bagaimana ia ingin pergi dari “alfamart” 24 jam dan hilang di hutan.
Yang tidak kalian tahu, tim sukses yang tak solid dan begitu prematur. Kini, malah Maryam harus dituntut atas dugaan penghabisan support terbesar yang sudah dimuntahkan oleh tim mereka. Tapi, bagaimana Maryam yang sekarang? Dalam tahun keempat kelima dan seterusnya? Ia masih menjadi Atlas. Ia masih mempunyai kewajiban dari tim suksesnya. Hanya saja, sepertinya ia masih mangkir dari kewajibannya, sebagai tokoh pembebas dan penyelamat umat.
Selama pencalonan tokoh besari ini, Maryam rugi. Kesehatannya, mentalnya. Ia calon terburuk yang diusung tim sukses. Ia pesimistis dalam lajur dunia yang optimis. Sebelum ia pulih, dalam perjalannya, tim suksesnya malah makin bermasalah. Pencalonan tokoh besar penyelamat umat pun hanya menjadi usulan yang tertunda kesuksesannya. Kini, terjebaklah Maryam dalam dunia 24 jam alfamart yang takan bisa istirahat.
Maryam, seakan dibuang dan tidak pedulikan. Padahal cerita ini ditulis agar alur cerita menjadi sebaliknya, yakni Maryam adalah tokoh kesayang yang didukung penuh agar hidupnya lebih baik dan menjadi sukses dengan dukungan tim suksesnya. Bisa menikmati hidup dan tentu saja bahagia seperti tujuannya. Bukannya merasa dilupakan begitu saja, tanpa peduli bagaimana kehidupannya. Atau, masa iya seperti hal ini hanyalah dalih kaum muda seperti Maryam, merasa dunia tidak berjalan dengan benar, dan dia menjadi korban?
Lalu, untuk mengobati itu, Maryam sebagai calon tokoh ini, lumayan bijak dalam mencari bahagia menurut indikatornya. Katanya, dengan tertawa dan berpikir baik, maka semua akan baik. Dan mantranya hanya itu, berpikir bahwa dunia sudah berjalan semestinya. berbahagialah, berbahagialah.
Dalam koin selalu ada dua sisi, lalu sisi lain berbahagia apa? Kesedihan?
Penghianatan. Maryam menjadi tokoh yang paling dikhianati. Bagaimana bisa ketua tim sukses meninggalkan dirinya. Mana ada tim sukses tak pernah menanyakan kabarnya. Apakah ia baik baik saja?
Maryam mencari tempat istirahat. Ia sudah lama tidak sehat jiwanya, mungkin memang saatnya dia hilang di hutan. Berbahagialah-berbahagialah.
Dalam catatan
27 Nov 2020
0 Komentar