Mendadak lamunan diguyur angin kencang yang bikin berisik atap seng kosan. Alarm mobil tetangga kompleks naninu, dan bunyi mulu. Btw, Angin kencang di luar, tapi yang berantakan malah kehidupan anak kosan.
Ia duduk menyandar tembok abu, dan di depannya meja laptop yang berjejer masalah satu per satu. Karena kata meme Instagram atau Twitter yang sudah berubah jadi X, kalau masalah menumpuk, coba dihamparkan satu-satu. Jadi begitulah. Harapannya, masalah lebih ringan. Lebih optimis untuk dihajar dan dijalani dalam kehidupan.
Tapi, selain masalah, di dekat pintu coklatnya ada tumpukan puluhan buku menggunung. Beberapa masih disegel plastik, setengahnya belum dibaca, dan pastinya sih ada beberapa yang sudah dibaca dan dimasukkan daftar bacaannya dalam Goodreads Challenge 2023 yang tidak berhasil juga.
Memang apa gunanya (buku yang menggunung)? Kataku, buku menggunung pertanda aku masih terlalu minim bacaan. Dan minim bacaan dekat dengan rendahnya nalar, dan rendah nalar biasanya dekat dengan kebodohan. Meski, ujung-ujungnya memang sedang melalui kehidupan yang tolol dan sedikit bangsat. Tapi masa hidup yang bangsat ini keterlaluan lama sih?
Segoblok apapun hidup, bukankah manusia lebih goblok kalau sedang jatuh cinta? Atau, buku menggunung yang belum dibaca, tidak menunjukkan masih rendahnya nalar yang bikin goblok. Anggap saja goblok bukan karena minim bacaan, tapi karena sedang berjalannya rasa cinta dalam dirinya. Bukankah goblok karena cinta lebih sedikit romantis? Daripada goblok karena minim bacaan? Sepertinya.
Dan meski kalimat di atas agak sulit dicerna, coba ulangi dalam 10 kali. Mungkin saja kamu bisa lebih tidak goblok dari sebelumnya.
Hidup sudah bangsat, nalar sudah goblok, situasi sudah tolol. Aku bisa merangkumnya dengan satu kata: SABAR. Dan inilah nikmatnya hidup. Sabar. Memberi peluang untuk menjadi pribadi yang lebih sadar dan lebih semangat menjalani kehidupan yang seharusnya estetik ala anak milenial yang diburu oleh umur yang makin nambah saja angkanya. sat!
Untuk itu, aku hamba yang tolol. Aku sedang menagih janji besar Allah. Yaitu, bahwa Allah tidak akan membebani seseorang di luar kemampuannya. Dan, aku sedang menjalankan kepatuhanku dan membayar janjiku pada Mu. Dengan kesabaranku, solatku, puasaku, dan doaku.
Karena jika ini disebut kenikmatan, siapa yang akan mendustai nikmatnya sebuah cobaan? Ketika janji Tuhan begitu nyata dalam kitabnya."Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan" .
0 Komentar