Baduy Dalam, dalam 1 Malam

Setiap langkah adalah ibadah bagi mereka (Baduy Dalam). Begitupun dengan aku. Setiap langkah aku sebut nama Allah, setidaknya biar sama-sama kami beribadah. Meski lebih banyak astagfirullah karena tanjakan dan turunan licin nan curam, namun Masya Allah karena alam Baduy Dalam adalah definisi “kita berasal dari alam dan kembali ke alam”.

Baduy dalam 1 malam, hanya sekilas impresi belaka. Tapi, impresi ini yang akan kekal di memori yang pasti akan meminta untuk kesana kembali. Misalnya, dalam kelelahan karena jalan terjal dan kedinginan karena hujan. Lalu, ketika duduk di depan rumah singgah Ayah Sarwadi, kunang-kunang menyambut kedatangan kami.


2024 serasa 1994

Pukul 7 malam yang tidak ada listrik. Tidak ada suara anak rebutan mainan, tidak juga suara masjid atau azan, tidak ada suara bapak-bapak ronda malam atau bahkan jalan ke warung sambil merokok di jalan. Senyap. Gelap. Asing. 2024, terasa tahun 1994.

Tapi apa fungsi listrik, jika saat subuh sampai magrib mereka beribadah dengan bekerja di ladang-ladang mereka. Bukankah setelah malam saatnya mereka bercengkrama dengan keluarga mereka dan istirahat untuk menyambut pagi mereka? Tak perlu lampu damar yang menyala temaram, cukupkanlah pada nyala sinar bulan terlihat lebih estetik bahkan romantis.

Lagian, jika listrik ada, bukankah suara deras sungai yang akan dikalahkan dengan suara iklan komersial murahan? Yang memberitahu kita bahwa cantik itu putih, gosip perselingkuhan artis, atau perihal perselingkuhan bahkan pembunuhan. Pantas saja, masyarakat Tangtu menolak barter dengan ketenangan yang susah untuk didapatkan.

Konservatif atau Futuristik?

Ketika aturan adat dibuat bahwa tidak ada kopi di ladang, namun padi gogo dan durian. Apa yang mereka takutkan? Tentu saja bentuk penjajahan bukan? Jika dulu Indonesia dijajah belanda karena kopi dan rempahnya, masa mau diulang oleh rakyat sendiri.

Ketika orang kaya memanfaatkan aset bumi seperti kopi, mendapatkan keuntungan, membeli kepada petani dengan harga dasar (bukan murah) lalu punya keuntungan yang lebih tinggi, ini yang disebut bisnis. Tapi, bayangkan jika lahan lahan ini mulai kedatangan investor dan campur tangan pemerintahan. Maka akan disebut apa perjuangan perlindungan tanah mereka? Perlawanan?


Terima Kasih

Terima Kasih. Kepada ayah Sarwadi, dan ayah ayah lainnya. Karena semakin tahu bahwa, dengan cara bekerja keraslah kita hidup, dengan cara melangkahlah kita akan sampai tujuan, dan dengan cara bersyukur kita akan menikmatinya.

Terima kasih sudah memandu dalam jalur selama perjalanan, membawa beban, menunggu, dan menyiapkan penginapan dan hidangan. Terima Kasih sudah mau untuk membuka diri dan mempersilahkan masyarakat luar hadir dalam desa yang suci. Yang bahkan air saja masih begitu jernih setelah hujan. Yang tidak ada sampah di sepanjang jalan.

Terima Kasih kepada Ocid. Anak 8 tahun tapi tenaga seperti 18 tahun. Kaki kecil dan tangan ringkihnya menjadi simbol bahwa kekuatan berasal dari buah kesabaran dan juga latihan.

Terima Kasih pada kesempatan yang memberikan momen tersendiri. berjalan dengan ayah sarwadi dan ayah dharma di jalur baduy dalam. hanya bertiga meski sebentar. Melewati jalur dengan pohon sagu sebagai selingan, serta meneduh di rumah baduy dalam ketika kehujanan, dan melihat masyarakat baduy dalam dari kejauhan.
Setiap detail hujan, lumpur, buah rambutan, kulit durian, tumpukan batu kecil di sungai, jembatan, bilik, bungkus pop mie, kentongan, ambu, tongkat, pintu rumah baduy, alun-alun, lumut, ayam, hawu, nasi dari padi gogo, sendok kayu, gelas kayu, damar minyak kelapa, lumbung padi, durian di pagi hari, gelang dan cincin yang dibuat dari tangan sendiri, kekhawatiran, kepedulian, keramahtamahan, dan detail kecil yang belum disebutkan, sungguh aku menangis dan akan kembali lagi.

Kita hanya yang orang asing, kenapa bisa meberi rasa keluarga yang familiar ini. Terima Kasih, sekali lagi.




Posting Komentar

0 Komentar