Menyelesaikan buku Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur, aku jadi menyimak dari mana jalur mulai berbeda. Aku bersyukur dengan selesainya membaca buku ini, bahwa aku tidak perlu remuk dahulu untuk menjadi hancur, untuk menjadi rusak, dan untuk menjadi tidak tertolong.
Sebagai seorang yang pengecut, satu tanda kebesaran Allah saja sudah membuatku bertekuk lutut dan bersujud, serta berjanji menjadi hamba taat. Meski nyatanya, aku masih selalu dalam proses. Tapi aku bersyukur dengan ketakutan yang diberikan dalam hati, dengan ini aku masih bisa menjaga diri. Dengan begitu, aku tidak ada alasan untuk maju dan mencoba hal yang membuat trigger tindakan tercela lainnya.
Alasan seorang perempuan menyerahkan tubuhnya, meski itu adalah tubuhnya sendiri, laksana amarah yang menghancurkan diri dan berharap lahir kembali. Sayangnya konsep “terlahir kembali” di hidup ini hadir dalam sebuah ide. Nyatanya, jika raga sakit dan hancur, jiwa dan pikiran kita juga sakit. Jadi meski kau dilanda kesepian layaknya kematian, jangan pernah main-main dengan kelaminmu!
Kemarahanmu pada “manusia yang menjadi Tuhan”, bukan salahmu. Salahmu adalah kamu memimpikan dunia yang begitu indah, dunia yang ideal sesuai agamamu. Sedang pemahaman manusia, bukan tidak terbatas, namun sarat akan cacat. Sejujurnya, kau yang harus bertanggung jawab atas kehendakmu sendiri. Kamu pemilik tubuhmu sendiri. Untuk menjadi pelacur, meski kau pamit dan izin baik-baik pada Tuhan, bukankah itu bentuk sabotase diri?
Sejujurnya, cara kamu hidup dan menikmati hidup membuatku marah. Kau membuatku mengingat hak-hal tidak indah di zaman kuliah. Bagaimana susahnya lepas dari sebuah organisasi islam dengan ideologi negara islam. Memberi pemahaman bahwa laki laki itu sama, meski akhirnya tidak digubris. Mau dia aktivis kiri, atau aktivis dakwah, bukan cuma apresiasi ideologi tapi sembari “apresiasi” kemolekan tubuh mahasiswi. Dalih cinta, ujung-ujungnya pergi dan menorehkan luka di hati!
Sejujurnya aku merasa tokoh ini egois. Kekalutan masalahmu, kehancuran akan perjuanganmu di jalan Allah, kamu memilih untuk putar balik dan menjadi manusia dengan jati diri baru. Sayangnya, hal hal tabu , eksplorasi kebebasan dengan lawan jenis, aku masih belum terima ada individu yang sengaja merusak dirinya seperti itu. Lalu menyalahkan Tuhan atas segala kehendak yang kamu lakukan.
Buku ini bagus sekali dinarasikan, sayangnya aku tidak terima seorang tokoh Nidah Kirani berlaku bodoh pada jalur hidupnya. Itu cuma alasanmu saja kan untuk menikmati hal hal tabu dan diluar norma, ketika kamu merasa Tuhan sudah meninggalkanmu?Ternyata, memiliki kendali dan belajar menerima kesalahan menjadi sebuah privilege juga. Sudah tahu mental perempuan lemah dan mudah bawa perasaan, bisa bisanya main serahkan tubuh begitu saja.
Tapi ada satu hal yang aku catat, ternyata kita perlu meminta tolong. Minta tolong kepada diri sendiri, kepada teman, kepada orang tua, dan kepada Tuhan. Meksi seharusnya urutannya perlu dibalik. Kepada Tuhan, dan mohonlah pada diri sendiri untuk sadar.
0 Komentar